Tangis Malam
Angin malam berhembus pelan
Membelai jiwa sepi menahan
Merindu suara menjaring berita
Mengingat kuat terasa melekat.
Meski gumpalan hati menangis sepi
Ungkapkan diri ingin memuji
Mengemban diri menjerat kuat hati nurani
Ingin menutup tabir penuh mesteri.
Malam kelam mulai tenggelam
Kini aku sepi sendiri.
Meniti hari pagi
Merajut lembut ingin menyambut
Mengisi tangis meringis
Menunggu setetes kasih Illahi.
Melayang bayang
meraba bahagia
mendesah susah menggapai mimpi.
Hari-hari ini aku menumpuk sejuta coba
Aku ingin melangkah lirih tertatih
Semakin terasa melekat letih
Ku ingin mencoba meraba gahagia
Bisakah kurasa?
Bahwa Tuhan maha bijaksana! (23.03.09)
Napas Pagi
Napas melepas senyum meranum,
Mencoba menyapa memuji hati
Merindu kasih,
Mengusir sedih menghalau sendu,
Ingin mendekat erat
Menebar puji Penembus hati.
Pagi ini aku bicara sendiri,
Meniti lembaran hati sepi,
Menulis puisi mengurai diri,
Mendekap sikap memeluk ilusi.
Meski bayang terang terbang mengawang,
Pujiku tiada habis terkikis,
Menyuka doa,
Melempar khabar,
Menghembus tembus,
Merekah di celah-celah pusar relung hatiMu
(6.4.09)
Bisik Hati
Bisik hati suci mengalir pasti,
Menyusur antara reruntuhan puing-puing pagi,
Mengusir sepi membelai diri
Mengisi puji mengiring nurani.
Aku selalu menghubung sanjung penembus jantung,
Aku setia mengikat kuat menjaga semangat,
Aku berani melempar khabar segar menggelegar
Namun jiwa ini sedih perih merintih.
Ketika bisik hati berduri
Bayangmu kuhampiri
Ketika rasa menggelora
Doaku untukmu tiada tara.
(14.04.09)
Bulanku
Bulanku cemberut kecut tertutup kabut,
Ceriamu suram muram berselimut awan.
Bayangmu terbang hilang melayang,
Swaramu membisu di antara alunan nada-nada merdu.
Meski rembulan tiada tampan,
Bintangmu nyata menghias angan,
Meski sinarmu tiada rupa
Aku sendiri masih setia merajut sapa.
Aku masih percaya meski rembulanku tak mau bicara,
Setitik ujung hati ini masih ingin menebar puji dan janji.
Namun ketika sapaku kau jadikan sampah,
Aku bersumpah:
Bahwa jiwaku semakin tabah
(14.04.09)
Senja
Senjaku menjelang beradu
Awan menghilang terang menghadang
Namun desah susah membeku dalam pasungan kaku
Menahan dahan kalbu kelabu
Jatuh tersimpuh peluh mengaduh
Setangkai hati terasa mati
Mentariku tertutup kabut lembut
Aku sedih mendidih
Jiwa ini menepi di senja sepi
Menunggu sapa tawa pesona
Menjala rasa bahagia raya
Menanti tetesan kesan suci penembus hati sejati
Ketika aku bicara tertata dalam kata
Dirimu diam seribu bahasa
Ketika aku dirundung duka
Aku masih setya memuja
Bahwa bagiku rangkaian kata-kataku
Adalah cermin jiwa ragaku
(16.4.09)
Puji sejati
Lewat percikan hati nurani
Gerakkan ujung ibu jari menjadi
Kalimat cermat tertata rapi
Melempar segar puji sejati
Meski mentari bingar menyinar
Swara kalbuku membeku kaku
Merenung menyanjung setinggi gunung
Ingin menuntun hingga ujung citamu
Ketika ada rasa gembira
Doaku mengalir setiap waktu
Ketika ada rasa derita
Dirimu sebagai penyejuk kalbuku
Bahwa usaha adalah derita
Harapan adalah jembatan
Yang selalu melintang membentang di angan panjang
(18.4.09)
Mengantar
Petang menghadang rintang,
Bisik mengusik kolong kalbu,
Senyum bisu menjemputmu
Tegar mengantar menyatu padu
Dalam segenggam ragam
Ku sanjung Kau ke ujung cita-citamu
Dalam ikatan niat kuat
Semoga menggelora tekat semangat
Meski hati lara terluka
Tiada henti merintih memuji
Demi impian yang kau daki
Bahwa sikap rendah hati
Tidak mengkianati,
Mengemban toleransi,
Adalah aktualisasi jati diri (21.4.09)
Ingin menyapa
Senja berselimut awan
Tetes hujan mengerang kesakitan
Samar-samar bunyi menggelegar
Mengiring kau dalam dekapan malam
Suara adzan menggema ria
Suara hatiku menyuka puja
Menanam iman dan taqwa
Ingin menyusup antara celah-celah rasa setia.
Ketika suasana suka biasa
Slalu ingin dekat erat melekat
Ketika kecewa menyeret luka
Hati ini ingin slalu bebas bicara
Bahwa ternyata semakin nyata
hati ini murni slalu ingin menyapa
(8.05.09)
Kata hati
Sabtu kelabu aura setiaku menunggu
Di antara puing pintu rasa membara
Merasuk di celah-celah gelisah hati merekah
Menjemput kabut lembut di ujung angkasa rasa
Saat perkutut bersaut menyebut namamu
Ingat akan penembus hati sejati
Saat gelatik melirik lengkit cantikmu
Semangat kuat mendekat jiwamu tiada henti
Di ujung jantungku menyanjung setinggi gunung
Di ujung hati ingin memujimu sampai mati
Di kutub kalbuku menderu puji seribu
Di akhir pikir mengalir menyejuk taman impianku
(9.05.09)
Merenda rasa
Merenda rasa ungkap derita,
Menuju nyali puji sejati
Jiwaku semakin terasa nyata
Tak rela pisah penembus hati
Tangis hati bengis mengiris
Semangat kuat mengikat niat
Menyongsong puji tiada henti
Ingin melihat, mendekat, bercanda setiap hari
Ketika rasa mulai ada
Hati suci ingin mengisi
Ketika susah mulai gelisah
Tangis hati tak terkendali
Bahwa ternyata rasa hati ini
semakin sulit dimengerti
(15.5.09)
Senja Menyapa
Senjaku berselimut kabut,
gelegar halilintar terdengar menyambar
Pikir mengalir kalut menyahut
menunggu berita menjala warta
Malam kelam tertutup awan
hati sedih merintih lirih
ingin menjemput sebut setya menawan
memuja rasa namun mengemban duka.
Ketika waktuku menyongsong kosong
jiwaku terbang terang mengawang
Ketika waktuku terisi obsesi
pujiku hanya untukmu si penembus hati sejati
(18.05.09)
Geliat Ujung jari
Geliat ujung jemari menari
Lewat layar kaca handphon tersaji
Kata tertata ungkapkan rasa
Lontarkan berita setia menyapa
Siang jelang senja bahagia
Ingat melekat semangatmu kuat
Ingin memuji jelita hati
Menyimpan hati menikat diri
Bahwa ternyata lewat kata-kata tertata
Jadikan damai di hati
(23.5.09)